Turunnya Izin Perang dalam Islam
Izin perang dalam Islam terdapat dalam Surah Al-Hajj 39-40:
"Telah diizinkan bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka telah dianiaya Dan sesunngguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Dan sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain, maka akan hancurlah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid-masjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.
Di dalam ayat ini Allah mengatakan bahwa izin ini diberikan untuk membela diri, karena jika umat Islam tidak membela diri, maka kedamaian seluruh dunia akan terancam. Para penentang tidak hanya ingin menghilangkan Islam, tetapi sebenarnya ingin mengancam semua agama. Oleh karena itulah Al-Qur'an menyatakan bahwa jika izin tidak diberikan maka tidak akan ada gereja, sinagog, kuil, masjid dan tempat ibadah lainnya yang akan aman. Oleh karena itu, umat Islam diizinkan untuk melawan yang bukan saja untuk menyelamatkan Islam tetapi juga untuk menyelamatkan agama itu sendiri, seperti tersebut dalam ayat diatas.
Dalam penjelasan ini, kita akan dapat memahami betapa kelirunya umat Islam sekarang yang mengklaim bahwa mereka diizinkan untuk membunuh non-Muslim; merebut wilayah kekuasaan dan memperbudak mereka. Sebaliknya Islam adalah agama yang menjamin hak-hak setiap individu untuk hidup dengan kebebasan dan kemerdekaan. Dan Islam adalah agama yang menjamin hak setiap individu untuk hidup dengan damai dan rukun, terlepas dari iman dan latar belakang mereka.
Rasulullah saw contoh Perdamaian
Rasulullah saw, Contoh dalam Membangun Masyarakat yang Bersatu dan Damai
Saya telah sebutkan sebelumnya, bagaimana Nabi saw berhijrah ke Madinah bersama para pengikutnya dan cara dimana umat Islam melebur dengan masyarakat lokal adalah contoh yang sempurna bagaimana berhijrah dan berintegrasi ke dalam lingkungan masyarakat baru.
Sebelum umat Islam tiba ada dua kelompok utama yang tinggal di kota Madinah - orang-orang Yahudi dan orang Arab. Setelah kedatangan Islam kelompoknya menjadi tiga yaitu umat Islam, orang-orang Yahudi dan orang Arab non-Muslim. Nabi saw segera menyatakan bahwa penting bagi mereka untuk hidup damai dan rukun sehingga beliau mengusulkan perjanjian damai diantara mereka. Menurut ketentuan perjanjian ini masing-masing kelompok dan masing-masing suku diberikan hak-hak mereka. Kehidupan dan kekayaan semua pihak dijamin dan setiap kebiasaan yang sudah ada diantara suku-suku juga harus dihormati. Hal ini juga disepakati bahwa jika ada seseorang datang dari Mekkah dengan tujuan untuk menimbulkan kerugian atau kerusakan ia tidak akan diberikan perlindungan oleh siapapun di Madinah dan juga tidak akan dilibatkan dalam pakta perjanjian apapun dengan mereka. Selanjutnya jika musuh bersama menyerang Madinah maka ketiga kelompok akan bergabung bersama-sama dan mempertahankan kota sebagai kesatuan, meskipun juga ditetapkan bahwa non-Muslim tidak akan dipaksa berjuang bersama kaum Muslim jika belakangan pernah diserang atau diperangi di luar madinah.
Selain itu perjanjian orang-orang Yahudi dengan kelompok lain akan dihormati oleh umat Islam. Orang-orang yahudi akan hidup dengan agama mereka dan Muslim akan tinggal dengan agama mereka.
Dalam ketentuan yang diterima oleh ketiga kelompok tersebut, disepakati juga Nabi Muhammad saw sebagai Kepala Negara. Meskipun demikian, seperti yang saya katakan sebelumnya, orang-orang Yahudi tidak akan terikat oleh Syariah tetapi akan terikat hanya dengan hukum dan adat istiadat Yahudi. Ini adalah contoh sempurna dari toleransi dan saling menghormati dari Nabi Muhammad saw, tetapi pada saat ini ISIS telah mengklaim bahwa Hukum Syariah harus ditegakkan pada setiap orang, tidak peduli agama atau latar belakang mereka.
Pada saat itu, Nabi Muhammad saw juga menegakkan hak-hak kaum wanita dalam perjanjian itu. Telah ditetapkan dengan jelas bahwa tidak boleh ada wanita diambil paksa dari rumahnya atau menentang kehendaknya. Dengan demikian, bagaimana dapat dibenarkan bahwa ISIS mengklaim bahwa wanita non-Muslim dapat dianggap sebagai harta dan barang bergerak mereka? Menurut perjanjian, tidak seorangpun boleh dipaksa untuk menerima Islam, sebaliknya dengan tegas dinyatakan bahwa orang-orang Yahudi dan non-Muslim di Madinah, akan diperlakukan dengan cinta dan kasih sayang dan dianggap sebagai saudara oleh umat Islam. Jadi inilah adalah ringkasan dari perjanjian yang yang saling mengikat masyarakat Madinah setelah kedatangan kaum Muslimin.
Sejarah telah mencatat bahwa umat Islam mentaati perjanjian itu dan jikapun ada pelanggaran itu dilakukan oleh pihak lain. Sebagai pemimpin yang diakui di Madinah, kadang-kadang Nabi Muhammad saw harus berurusan dengan para individu atau kelompok yang melanggar perjanjian atau terlibat dalam pelanggaran. Tetapi beberapa teguran diberikan secara wajar, sesuai dengan ketentuan perjanjian, dan bukan sikap tidak adil. Dengan demikian ini adalah manifestasi pemerintahan di dalam Islam, yang pondasinya telah diletakkan oleh Nabi Muhammad saw, kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah Rasyidah dan sepanjang abad pertama Islam.
Dan hari ini, jika ISIS atau pemerintahan Islam manapun bertindak melawan prinsip-prinsip keadilan sejati dan persamaan tersebut, maka mereka tidak lain hanya untuk memenuhi kepentingan peribadi atau kepentingan politik mereka sendiri. Kalaupun mereka mengaku bertindak atas nama Islam, tetapi tindakan mereka itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam atau ajaran Nabi Muhammad saw.
Jika kita melihat sejarah Arab sebelum munculnya Nabi Muhammad saw, mereka adalah masyarakat dimana setiap suku berusaha untuk menegaskan hak-hak mereka melalui perang dan pertumpahan darah. Namun, dalam masyarakat yang sama, Nabi Muhamamd saw membawa sebuah revolusi dimana beliau mendirikan sebuah sistem peradilan yang tepat dimana masing-masing kelompok diperlakukan sesuai dengan tradisi atau keyakinan agama masing-masing. Jika seseorang mempelajari sejarah Islam awal dengan cara yang adil dan tidak bias, maka ia akan melihat bahwa selama era awal Nabi Muhammad saw dan para Khalifah Rasyidah, sikap umat Islam adalah sempurna.
Baca juga:
Jika Islam Damai Mengapa ada Perang?